Jadi harus gimana untuk menanggapi orang yang KEPO?

Hari minggu adalah hari dilemma, mau seneng tapi juga sedih. Dimana berisi hari dengan penuh harapan dibarengi dengan habisnya harapan. Harapan libur. Sebagai “budak korporat” ini merupakan hal yang wajar dan umum terjadi. Bekerja setiap Senin hingga Jumat, tentunya hari Sabtu dan Minggu menjadi hari yang paling disukai, tapi jika di ranking tentunya hari Sabtu adalah hari paling menyenangkan, eh bukan Jumat malam adalah hari terbahagia, karena besok kita akan menyambut hari Sabtu dimana kita bebas dari pekerjaan. Sedangkan hari Minggu adalah hari paling campur aduk, dimana di pagi hari kita masih bisa bersenang-senang tapi ketika sore datang semuanya sudah sirna, karena kita ingat bahwa besok hari Senin, dan Senin menjadi hari yang paling tidak disukai.

Di waktu hari dilemma tersebut, ku habiskan dengan menonton video lucu di youtube, sampai tidak tersadar sekitar pukul 9 aku tertidur. Entahlah setelah makan malam rasanya mata ini sangat berat untuk dibuka, hingga getaran dari ponsel membangunkanku. Ternyata dari Ibu, sedikit heran bercampur kaget karena jarang sekali Ibu telepon jam segini.

Ibu belum bisa tidur, dan sedang mencari teman untuk berbicara. Awalnya masih ngantuk dan tidak terlalu tertarik untuk diajak cerita. Tapi begitu sampai pada pembicaraan ini, aku seperti orang yang baru selesai mandi. Mata dan pikiranku kembali segar dan terbangun sempurna.

Ibu cerita kemarin setelah memberikan sesuatu ke rumah tetangga, ibu diajak ngobrol dulu. Tetangga tersebut secara gamblang menanyakan tentang masalah yang sedang terjadi di keluargaku, bukan tipikal masalah yang sangat serius tapi permasalahan yang umum dihadapi dalam kehidupan, dan aku juga tidak heran kenapa tetanggaku ini mengetahuinya, sedangkan kami keluarganya sendiri tidak pernah cerita. Iya hal seperti ini lumrah terjadi jika hidup di desa.

Oke dari pertanyaanya, bisa diambil kesimpulan bahwa beberapa orang terbukti telah melakukan pembicaraan tentang keluargaku. Ini menjadi hal yang umum dan biasa terjadi. Tidak menjadi masalah, aku bisa memakluminya dan memang tidak bisa untuk mengontrolnya. Pola dari kasus ini adalah, ketika Ibuku menjawab pertanyaan itu dan ikut tersulut dengan sikap KEPO dari tetanggaku , maka dia akan mendapatkan jawaban yang dia inginkan, dia akan mendapatkan kepuasan dari rasa ingin tahunya. Tanpa berfikir bahwa pernyataan tersebut mengganggu dan membuat tidak nyaman Ibuku. Setelahnya dia akan membicarakan dengan orang lain tentang hasil jawaban yang dia dapatkan.

Bagaimana respon orang lain yang diajak ngerumpi oleh tetanggaku tergantung kondisi hubungan nya dengan keluargaku. Bagai yang suka akan merespon dengan baik, tapi bagai yang sebaliknya akan merasa senang atas apa yang terjadi. Perihal orang suka dan tidak suka, dan tentang point of view orang lain adalah hal yang tidak bisa kita kontrol dan kendalikan. Jadi biarkan itu mengalir dengan sendirinya.

Maka dari pola yang sudah terbentuk ini, hal yang bisa kita kontrol adalah respon kita pada rasa KEPO tetangga. Bagaimana kita merespon menjadikan faktor utama apakah pola yang berusaha dibuat oleh tetangga tersebut berhasil atau tidak. Berikut adalah sedikit tips dari ku yang sudah hidup di desa selama 19 tahun, (sebenarnya bisa diterapkan juga untuk hidup di kota, karena sebenarnya sama saja)

Jangan menunjukkan respon yang terlalu berlebihan, posisikan diri kita dalam kondisi netral dan berlagak lah seperti orang bodoh yang tidak tahu arah dan maksud pertanyaan tersebut.

Misal tetangga tersebut memancing pembicaraan dengan “yang sabar ya, semua ujian pasti ada jalannya”. Untuk pertanyaan ini cukup kita jawab “ ha? Kenapa kamu menyuruhku untuk bersabar. Memangnya ada apa?” dengan pertanyaan ini, kita memancing tetangga tersebut untuk menjawab sendiri pertanyaannya.

Atau saat tetangga memancing dengan “gimana kabarnya?”, cukup kita jawab “baik, alhamdulillah sehat semua. Kamu gimana kabarnya?”. Gring untuk semuanya umum dan biarkan tetangga tersebut yang menjawab semua pertanyaannya sendiri.

Satu hal yang selalu membuat heran adalah sudah jelas jika setiap orang merasa tidak nyaman untuk menceritakan masalah pribadinya. Walaupun dengan karakter yang berbeda-beda, tapi satu hal yang pasti adalah kita cenderung menutupi kelemahan atau kekurangan kita, hanya bercerita dengan orang-orang yang kita rasa nyaman. Tapi kenapa, saat berada pada posisi penonton kita tidak bisa menempatkan diri sebagai pemain. Saat kita yang sedang tidak memiliki masalah kita cenderung tidak memberikan ruang bagi orang yang sedang mengalami masalah. Kita lebih sibuk dengan mencari informasi mengenai apa masalahnya, melakukannya tanpa tujuan apa pun, hanya ingin tahu.

Fenomena ini terjadi tidak hanya di lingkungan kampungku, di tempat kerja, kampus, sekolah, bahkan media sosial sering juga terjadi. Kita cenderung lebih mengutamakan rasa haus akan sesuatu yang sangat menarik minat kita. Tanpa peduli efek yang dihasilkan dari tindakan itu. Padahal kita tahu bahwa saat diposisi yang sama, kita tidak suka diperlakukan seperti itu. Kita hanya ingin diberikan ruang untuk menyelesaikannya.

Tapi manusia ya, suka sekali mengurusi urusan orang lain, berlagak memberikan solusi, tanpa tahu masalah dan kondisi riil yang sebenarnya terjadi. Melakukan judgment hanya berdasarkan sudut pandang kita. Bukannya menyelesaikan masalah tapi kita menambahkan beban masalah pada orang yang sedang mengalami masalah. Ibarat lutut kita yang lecet, dan orang lain dengan sok taunya berkeinginan mengobati dengan memberikan garam pada luka kita, dia pikir itu bisa menyembuhkan luka kita.

Kalian pernah lihat gambar ini gak?

 


Just Because you are right, doesn’t mean, I am wrong. You just haven’t seen life from my side

Dari quotes dan gambar diatas kita bisa belajar bahkan dalam masalah yang sama bisa menyebabkan tindakan yang berbeda jika kita berada pada point of view yang berbeda. Banyak faktor yang menyebabkan pengambilan keputusan yang tidak sama. Sebenarnya kita hanya perlu merasakan empati dan memberikan ruang untuk setiap orang menjalani hidupnya. Cara tersebut merupakan sebuah bantuan yang sudah kita berikan untuk mereka.

 

Sharon Martin adalah seorang psikoterapis berlisensi, mengatakan dalam Psych Central bahwa orang yang suka melewati batas privasi orang lain adalah orang yang manipulatif, narsistik, dan rendah diri. Kenapa bisa seperti itu?

  1. Manipulatif dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah bersifat manipulasi. Manipulasi sendiri dijelaskan dalam KBBI adalah upaya kelompok atau perorangan untuk mempengaruhi perilaku, sikap, dan pendapat orang lain tanpa orang itu menyadarinya. Ingat tentang cerita Tetangga dan Ibuku tadi? Tetanggaku memanfaatkan momen di mana saat Ibuku berkunjung kerumahnya untuk mengantar sesuatu, dan berusaha mengorek informasi dari ibuku. Jika Ibuku tidak sadar mungkin dari kata “ yang sabar ya?” bisa membuat kenyang perut tetanggaku, rasa penasaran tetanggaku akan terpuaskan. Memberikan kesan berempati namun berujung memuaskan rasa ingin tahunya.
  2. Patresia Kirnandita, seorang reporter juga penulis di tirto.id mengatakan seorang narsisis akan selalu menganggap sekitarnya lebih tidak berharga darinya, tidak merasa bersalah ketika berlaku tidak baik kepada orang lain. Hal ini selaras dengan apa yang kupikirkan di awal, bahwa setiap orang ingin diberikan ruang untuk menyelesaikan masalahnya, tapi kenapa saat orang lain mendapat masalah kita justru sangat penasaran hanya ingin tahu masalahnya, padahal jelas kita juga tidak suka diusik kehidupan ataupun masalah yang sedang kita hadapi. Jadi kenapa kita hanya ingin dimengerti dan tidak mau mengerti?Mungkin bisa jadi kita orang yang narsistik.
  3. Menurut Syamsul Yusuf dan Juntika Nurihsan dalam bukunya “ Landasan Bimbingan & Konseling” mengatakan bahwa rendah diri dapat dimaknai sebagai wujud perasaan pada umumnya didasari dari kekurangan diri, baik secara nyata maupun maya (imajinasi). Orang yang memiliki rasa rendah diri akan cenderung menutupinya dengan memamerkan apa yang dia punya saat ini, baik harta, kedudukan, ataupun fisik. Semua itu dilakukan untuk menutupi rasa tidak percaya dalam dirinya. Orang yang KEPO akan orang lain belum tentu dia tidak memiliki masalah, belum tentu hidupnya baik-baik saja. Kebanyakan, orang yang sibuk mengurusi kehidupan orang lain adalah orang yang dalam dirinya belum penuh, yang belum menemukan rasa nyaman dan terisikan oleh hal-hal baik dan membahagiakan.

 

Dari tadi ngomong KEPO terus, kalian tahu gak sih, kepanjangan dari KEPO?

Yup Knowing Every Particular Object.

Jadi harus gimana untuk menanggapi orang yang KEPO?

Kalau berdasarkan penelitian pasti banyak sih, coba aja search di Google pasti banyak. Tapi kalau dari aku, cukup santai, dibuat bercanda, dan gak usah terlalu serius ditanggapi. Semakin kita serius menanggapinya semakin suka si orang kepo itu. Akting bodoh adalah jalan ninjaku untuk menanggapi orang yang “do stu**d things”. Peace

 

Chocolate

 

 


0 komentar

Diberdayakan oleh Blogger.

Hai Chocolate

Pinterest by muslimah  🍀 Hai Chocolate   “Congrats, kamu sudah bisa melewati banyak hal di awal tahun ini” Melewati ya, bukan berarti s...

Translate