- Dapatkan link
- X
- Aplikasi Lainnya
Sering dengar orang bilang "Hadapi masalahmu dan kamu akan jadi
kuat", tapi ternyata menghadapi masalah tidak semudah itu. Sering kali
merasa takut dan cenderung terburu-buru untuk menyelesaikan masalah supaya
hidup menjadi tenang. Sifat buru-buru ini yang terkadang menjadi batu sandungan
yang besar di masa depan kelak, karena kita tidak berfikir secara matang
terhadap solusi yang mau kita ambil. Kita hanya berfokus untuk segera
menyelesaikan masalah. Maka ketika masalah selesai yang kita dapat hanyalah
rasa bangga karena terbebas dari masalah, tidak ada value yang kita dapatkan.
Maka “Terima masalahmu, maka kamu akan belajar sesuatu” menurutku ini
terdengar lebih baik. Proses menerima kenyataan yang sedang terjadi saat ini
adalah suatu proses perdamaian yang bisa memberikan kita kesempatan untuk
berpikir rasional, apalagi untuk kenyataan yang tidak sesuai dengan keinginan
kita. Saat kita mampu menerima kenyataan yang ada, kita akan hidup jauh lebih
tenang, menyelesaikan masalah dengan pikiran yang jernih sehingga, keputusan
yang akan kita ambil merupakan hasil dari pemikiran yang matang. Pikiran kita
juga diberi kesempatan untuk memaknai setiap hal yang terjadi, yang akhirnya
kita dapat belajar dari semua proses yang kita lalui dengan tidak tergesa-gesa.
Proses penerimaan kenyataan bukanlah
sesuatu yang mudah. dibutuhkan kematangan emosional yang baik. Kematangan
emosional menurut Yusuf (2001) dalam bukunya yang berjudul Psikologi
Perkembangan Anak dan Remaja merupakan kemampuan bersikap toleransi dan merasa
nyaman dengan diri sendiri, serta kemampuan untuk mengontrol diri dan mempunyai
perasaan menerima diri sendiri juga orang lain, dan memiliki kemampuan individu
untuk mampu menyatakan emosi secara konstruktif sekaligus kreatif. Pertambahan
usia dan tingkat kematangan emosi individu berjalan beriringan, namun individu
yang matang secara usia dan fisik belum tentu secara otomatis matang secara
emosional. Kondisi inilah yang mungkin sering kita rasakan saat masa transisi.
Masa transisi dari anak-anak menuju remaja, dari remaja menuju dewasa, dan
lain-lain.
Itulah yang saat ini aku rasakan
juga.
Saat ini dimana beberapa teman sudah
memasuki tahap baru dalam hidupnya. Menikah dan karir yang bagus. Okay, pertama
aku ingin bahas mengenai karir. Saat ini aku sudah bekerja dengan penghasilan
yang standar UMR. Aku bisa memenuhi segala kebutuhan diriku sendiri, dan bisa
membantu keluargaku, walaupun masih
struggle dengan mengelola keuangan (untuk tabungan, dan wishlist lain-lainnya). Aku sudah merasa bersyukur dengan
pekerjaanku saat ini, tapi jujur masih ingin berkembang lagi. Sejujurnya saat
ini ingin melanjutkan pendidikan master di kampus dan negara yang sudah menjadi
impianku sejak lama, tapi untuk persiapannya ternyata butuh waktu dan energi
juga, karena jujur aku merasa tidak maksimal dalam persiapannya. Dilain sisi
aku sebenarnya masih ragu dengan apa yang aku inginkan setelah lanjut kuliah
lagi, sekarang aku merasa sedang dalam persimpangan jalan, dimana aku harus
memilih karir atau melanjutkan pendidikan kembali. Semakin lama aku berfikir
aku selalu merasa terlalu lama buang-buang waktu. Jika mau jujur aku ingin
melanjutkan pendidikan kembali, aku merasa memiliki misi yang belum
terselesaikan dan masih membuatku penasaran.
“Jangan membunuh mimpi karena mimpi tak pernah mati. Dia
hanya akan pingsan dan bangun lagi ketika kamu sudah tua dalam bentuk
penyesalan” _Pandji Pragiwaksono
Penyesalan adalah hal yang paling aku
takutkan, apalagi penyesalan yang disebabkan oleh diriku sendiri. Tahun 2016
adalah tahun dimana aku merasa sangat menyesal dan marah pada diriku sendiri,
saat itu aku gagal masuk tes kedinasan, dan setelah melakukan introspeksi diri
aku tahu dimana letak kesalahannya. Iya, ada pada diriku sendiri. Aku terlalu
banyak menyia-nyiakan waktu untuk belajar, dan saat itulah aku merasa sangat
marah pada diriku. Semoga kali ini aku tidak mengulanginya lagi. Semoga aku
bisa apply tahun depan, setidaknya
aku harus sudah mencoba
Okay, masalah kedua adalah. Menikah.
Tentu saja aku ingin menikah, ingin menemukan pasangan yang bisa menjadi
partner dalam segala hal untuk seumur hidup. Tempat berbagi dan bercerita
tentang bagaimana hari ini, apa saja yang kami lakukan hari ini. Partner yang
bisa saling mendukung satu sama lain, dan yang paling penting menjadi rumah
ternyaman. Namun, untuk saat ini belum menemukannya. Bukan karena fokus akan
karir juga, karena love relationship
bisa dilakukan secara bersamaan dengan mengejar mimpi. Jujur hal ini tidak
terlalu mengganggu pikiran pada awalnya, karena aku percaya setiap manusia
diciptakan berpasang-pasangan, saat ini mungkin kami masih saling memperbaiki
diri masing-masing (Eaaa), tapi ada saja orang yang menanyakan “kapan nikah?”
“kapan nyusul?”. Kadang situasi ini akan memberikan pressure jika dipertemukan
dengan umur, walaupun aku tahu jika setiap orang memiliki waktunya
masing-masing, punya jalan ceritanya masing-masing, sehingga akan tidak masuk
akal jika semua proses harus disamakan. Perlu waktu berhenti sejenak untuk
mendapatkan kembali pikiran jernih ini, karena saat dalam keadaan tertentu
pikiran jernih seringkali kabur yang berakhir dalam rasa cemas dan merasa sudah
tertingal dari yang lainnya.
Itu tadi sebagian spoiler tentang isi
kepalaku saat ini, dimana aku masih berusaha untuk menyelesaikannya secara
tenang. Belajar untuk mematangkan emosi, tidak ingin gegabah dan bisa menerima
diri sendiri untuk tidak membandingkan kondisi dengan orang lain. Jujur pasti
sering terdiam dan berfikir saat melihat teman sudah mencapai mimpinya. Ada
rasa “kapan ya waktuku” “kapan aku bisa seperti itu”. Permasalahan waktu juga
menjadi momok yang lumayan mengganggu. Aku merasa sedang dikejar waktu untuk
segera mencapai semua mimpi, padahal aku tahu dalam hidup setiap orang memiliki
waktunya masing-masing. Memiliki garis finishnya sendiri. Hal inilah yang
menjadikan kita tidak pernah hidup disaat ini, kita selalu merasa hidup untuk
masa depan.
Terlalu berfokus pada masa depan
terkadang juga membuat kit tidak bisa melihat berkah yang ada saat ini. Aku
sering merasa belum bahagia karena hidupku saat ini belum sesuai dengan apa
yang aku impikan. Dalam benakku ada bayangan mimpi yang sangat spesifik, dan
karena saat ini aku belum mencapai mimpi-mimpi tersebut aku merasa hidupku saat
ini belum bahagia. Itulah sebabnya terkadang aku perlu berhenti sejenak.
Live in the present. Sering kali mengkhawatirkan masa depan dan berangan-angan tentang apa
yang akan terjadi di masa depan hanya akan menyiksa diri sendiri, dan menutupi
segala keindahan yang ada saat ini. Kita tidak akan pernah hidup jika hanya
mengkhawatirkan masa depan. Aku pernah mendengar sebuah pepatah mengatakan “Hari esok tidaklah nyata. Hari esok
adalah ilusi. Satu-satunya realita adalah sekarang”. Walaupun terdengar
tidak praktis, tapi ini memang nyata, daripada mengkhawatirkan apa yang akan
terjadi esok, akan lebih baik untuk memikirkan langkah-langkah kecil yang bisa
dilakukan saat ini untuk hidupku daripada hanya menyiksa diri dengan
penderitaan masa lalu atau mengkhawatirkan masa depan.
Rezeki, Jodoh, dan Maut sudah ada
yang mengatur, tugas manusia hanya untuk berusaha dan berdoa, tapi jangan
lupakan hasil dari usaha dan doa yang sudah kita lakukan dimasa lalu yang saat
ini sudah kita dapatkan. Bersyukur dengan apa yang ada saat ini, dan tetap
melangkah kedepan
Komentar
Posting Komentar